Saturday 22 November 2014

Askep CKB (Cidera Kepala Berat)

                                                                          BAB I
                                                                 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang    
http://jayao77.blogspot.com/2014/11/askep-ckb-cidera-kepala-berat.html        Cidera Kepala Berat (CKB) - Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Tarwoto, 2007: 125).
      Hampir semua orang dalam hidupnya mengalami beberapa bentuk trauma kepala. Lansia, bayi, dan mereka yang bermasalah seperti penyalahgunaan alkohol, terapi anti-koagulasi khususnya rentan untuk konsekuensi serius setelah cedera kepala. Di Indonesia, cedera kepala adalah penyebab utama kecacatan dan kematian dewasa di bawah usia 40 tahun yang mempunyai dampak penting pada pasien cedera otak, keluarga dan masyarakat. Berbagai derajat gejala termasuk kehilangan kesadaran sementara atau permanen, mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan hilang ingatan mungkin tampak terkait dengan keparahan cedera kepala. Tanda dan gejala cedera kepala mungki terjadi langsung atau berkembang perlahan setelah beberapa jam hingga hari. Bahkan jika cedera tidak serius ditemukan, pengamatan hati-hati oleh seorang dewasa yang bertanggung jawab, baik di rumah atau rumah sakit harus dilakukan dalam 24-48jam pertama setelah cedera. (Http://www.cederakepala.com/2011)
Pengobatan disesuaikan, tergantung keparahan dan jangkauan cedera. Pengobatan berkisar mulai observasi tanda memburuk seperti rasa kantuk, meningkatnya sakit kepala atau pusing (cedera kepala minor) untuk mengambil gumpalan darah pada otak untuk meringankan tekanan pada otak (disebabkan oleh gumpalan darah) atau pemasukan monitor tekanan otak (cedera kepala akut). (Tarwoto, 2007)



B.    Tujuan
1.    Tujuan Umum
      Setelah dilakukan seminar tentang Cedera Kepala Berat  (CKB) diharapkan mahasiswa mampu memahami secara kognitif, motorik dan afektif serta dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan klien dan memperpendek masa perawatan klien di rumah sakit.

2.    Tujuan Khusus
       Setelah dilakukan seminar diharapkan:
a.    Mahasiswa mampu memahami tentang definisi CKB
b.    Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi CKB
c.    Mahasiswa mampu memahami tentang klasifikasi dari CKB
d.    Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinik  CKB
e.    Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi  dari CKB
f.    Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan  CKB
g.    Mahasiswa mampu memahani tentang asuhan keperawatan dari CKB yang meliputi pengkajian, Analisa data dan Diagnosa Keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
  


                                                                         BAB II
                                                               TINJAUAN TEORI


A.    Definisi
       Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. (Sylvia & Price, 2006).
      Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti continuitas otak (Sjamsuhidajat, 2002). Resiko utama yang terjadi pada pasien cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.
      Cedera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 2002 ).
    Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).

Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:
1.    Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak
       a.    Cidera kepala terbuka
       b.    Cidera kepala tertutup
2.    Cidera pada jaringan otak (secara anatomis)
       a.    Commusio serebri (gegar otak)
       b.    Edema serebri
       c.    Contusio serebri (memar otak)
       d.    Laserasi
             1)    Hematoma epidural
             2)    Hematoma subdural
             3)    Perdarahan sub arakhnoid
                    (Ergan, 2001:642)
3.    Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme)
       a.    Cidera tumpul
              1)    Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
              2)    Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
       b.    Cidera tembus
       c.    Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya

4.    Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS)
       a.    Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15
       b.    Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12
       c.    Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8

GCS (Glasgow Coma Scale)
Membuka mata (E)
§  Spontan                                            :4
§  Dipanggil/diperintah                        :3
§  Tekanan pada jari/rangsang nyeri    :2 
§  Tidak berespon                                : 2

Respon Verbal (V)
§  Orientasi baik: dapat bercakap-cakap         : 5
§  Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi  : 4
§  Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau      : 3
§  Tidak dapat dimengerti, mengerang            : 2
§  Tidak bersuara dengan rangsang nyeri        : 1

Respon Motorik
§  Mematuhi perintah                                                 : 6
§  Menunjuk lokasi nyeri                                           : 5
§  Reaksi fleksi                                                           : 4
§  Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi)    : 3
§  Ekstensi abnormal                                                  : 2
§  Tidak ada respon, flacid                                         : 1

5.    Berdasarkan morfologi
       a.    Fraktur tengkorak
       1)    Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup.
       2)    Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VIII

       b.    Lesi intra cranial
              1)    Foxal: epidural, subdural, intraserebral
              2)    Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.

B.    Etiologi
       Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3).
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).

C.    Patofisiologi
     Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 2000:226).
      Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. rauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and Wilson, 2006:1010).

D.    Manifestasi Klinik
Berdasarkan anatomis
1.    Gegar otak (comutio selebri)
       a.    Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
       b.    Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
       c.    Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
       d.    Kadang amnesia retrogard
2.    Edema serebri
       a.    Pingsan lebih dari 10 menit
       b.    Tidak ada kerusakan jaringan otak
       c.    Nyeri kepala, vertigo, muntah
3.    Memar otak (kontusio selebri)
     a.    Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan derajad
       b.    Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
       c.    Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
       d.    Penekanan batang otak
       e.    Penurunan kesadaran
       f.    Edema jaringan otak
       g.    Defisit neurologis
       h.    Herniasi
4.    Laserasi
a.    Hematoma Epidural
“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
      1)    Kacau mental → koma
      2)    Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
      3)    Pupil isokhor → anisokhor
b.    Hematoma subdural
     1)    Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
       2)    Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura
       3)    Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan
       4)    Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
       5)    Perluasan massa lesi
       6)    Peningkatan TIK
       7)    Sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
       8)    Disfasia
c.    Perdarahan sub arachnoid
       1)    Nyeri kepala hebat
       2)    Kaku kuduk

Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1.    Cidera kepala Ringan (CKR)
       a.    GCS 13-15
       b.    Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
       c.    Tidak ada fraktur tengkorak
       d.    Tidak ada kontusio celebral, hematoma

2.    Cidera Kepala Sedang (CKS)   
       a.    GCS 9-12
       b.    Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
       c.    Dapat mengalami fraktur tengkorak
3.    Cidera Kepala Berat (CKB)
       a.    GCS 3-8
       b.    Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
    c.    Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo, 2001:226)

E.    Komplikasi
    Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a.    Edema serebral dan herniasi
        Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.
b.    Defisit neurologik dan psikologik
       Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
c.    Kebocoran cairan cerebrospinal, 
         dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6 % pasien dengan cidera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbai dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko meningitis yang meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih kontoversial. Otorea atau rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.
d.    Fistel Karotis-Kavernosus, 
        ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
e.  Diabetes Incipidus, 
         dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. Vasopresin arginin (pitressin) 5 – 10 unit intravena, intramuscular, atau subkutan setiap 4 – 6 jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 – 4 mg setiap 12 jam, diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam, dan volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung pada berat ringannya hipernatremia.
f.  Kejang Pascatrauma, 
         dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan intrakranial ayau fraktur depresi.
g.    Pneumonia, radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolidasi.
h.    Meningitis Ventrikulitis
i.    Infeksi saluran kemih
j.    Perdarahan gastrointestinal
k.    Sepsis asam negatif
l.    Kebocoran CSS

Komplikasi lain secara traumatik:
1.    Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2.    Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
3.    Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1.    Peningkatan TIK
2.    Hemorarghi
3.    Kegagalan nafas
4.    Diseksi ekstrakranial
Komplikasi  menurut

F.    Penatalaksanaan CKB (Cidera Kepala Berat)
       1.    Penatalaksanaan Keperawatan
              a.    Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
              b.    Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
              c.    Mempertahankan sirkulasi stabil
              d.    Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
              e.    Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
              f.    Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
              g.    Mengelola pemberian obat sesuai program
       2.    Penatalaksanaan Medis
              a.    Oksigenasi dan IVFD
              b.    Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
                      Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
                      1)    5 mg/6 jam untuk hari I dan II
                      2)    5 mg/8 jam untuk hari III
                      3)    5 mg/12 jam untuk hari IV
                      4)    5 mg/24 jam untuk hari V
               c.    Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
               d.    Terapi anti perdarahan bila perlu
               e.    Terapi antibiotik untuk profilaksis
               f.    Terapi antipeuretik bila demam
               g.    Terapi anti konvulsi bila klien kejang
               h.    Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
                i.    Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

G.    Pemeriksaan Diagnostik
        1.    X Ray tengkorak
               Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak.
        2.    CT Scan
               Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati.
        3.    MRI (Magnetic Resonan Imaging)
               Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang elektomagnetik.
        4.    Pemeriksaan Laboratorium
               Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.
        5.    Pemeriksaan analisa gas darah
               Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.


                                                                       BAB III
                                      MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN CKB


A.    Pengkajian
       Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
1.    Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai adalah:
       •    Jalan nafas
       •    Pernafasan
       •    Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofuring, diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury), Jamb dengan kepala dibawa atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa:
       •     Pernafasan cheyne stokes
       •     Pernafasan blot / hiperventilasi
       •     Pernafasan taksik yang menggambarkan makin memburuknya tingkat kesadaran.
2.    Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intracranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.
3.    Status kesadaran, dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cidera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; stulah apatik, samnolen, spoor, coma. Sebaliknya dihindari atau disertai dengan penilaian / perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan skala koma Galsgow. Cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini, perkembangan / perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat.
4.    Skala koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian / pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu:
       a.       Buka Mata (E)
                 4 : Spontan
                 3 : Dengan perintah
                 2 : Dengan rangsang nyeri
                 1 : Tidak ada reaksi
        b.      Respon Motorik Terbaik (M)
                 6 : Mengikuti perintah
                 5 : Melokalisir nyeri
                 4 : Menghindari nyeri
                 3 : Fleksi abnormal
                 2 : Ekstensi abnormal
                 1 : Tidak ada gerakan
        c.       Respon Verbal Terbaik (V)
                 5 : Orientasi baik dan sesuai
                 4 : Disorientasi tempat dan waktu
                 3 : Bicara kacau
                 2 : Mengerang
                 1 : Tidak ada suara

5.    Status Neurologik lain
     Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis trauma ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intracranial. Tanda fokal tersebut adalah:
        -      Anisokori (ketidaksamaan ukuran diameter kedua pupil mata)
        -      Paresis / Parahisis (Paralisis ringan atau tidak lengkap)
        -      Reties patologik sesisi

B.    Diagnosa Keperawatan
      Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut :
1) Gangguan perfusi jaringan / perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri.
4) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
5) Peningkatan tekanan intrakranial b.d proses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah dalam otak
6) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
7) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan motorik)

C.    Rencana Perawatan

No
Diagnosa
Keperawatan 
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1
Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik :
- Perubahan respon motorik
-  Perubahan status mental
- Perubahan respon pupil
-    - Amnesia retrograde (gang-guan memori)
NOC:
1.    Status sirkulasi
2.    Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
1.  Status sirkulasi dengan indikator:
-          Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
-          Tidak ada ortostatik hipotensi
-          Tidak ada tanda tan-da PTIK
Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
-          Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai ke-mampuan
-          Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi
-          Klien mampu mem-proses informasi
-          Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar
-          Tingkat kesadaran klien membaik
Monitor Tekanan Intra Kranial
1.      Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan
2.      Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3.      Monitor intake dan output
4.      Pasang restrain, jika perlu
5.      Monitor suhu dan angka leukosit
6.      Kaji adanya kaku kuduk
7.      Kelola pemberian antibiotik
8.        Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
9.      Minimalkan stimulus dari lingkungan
10.  Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11.  Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik

Monitoring Neurologis
1.    Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2.    Monitor tingkat kesadaran klien
3.    Monitor tanda-tanda vital
4.    Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5.    Monitor respon klien terhadap pengobatan
6.    Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7.    Observasi kondisi fisik klien

Terapi Oksigen
1.      Bersihkan jalan nafas dari secret
2.      Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.      Berikan oksigen sesuai instruksi
4.      Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5.      Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6.      Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7.      Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8.      Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur





2
Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik:
-          Laporan nyeri kepala secara verbal atau non verbal
-          Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
-          Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)
-          Fakta dari observasi
-          Gangguan tidur (mata sayu, menye-ringai, dll)
NOC:
1.  Nyeri terkontrol
2.  Tingkat Nyeri
3.  Tingkat kenyamanan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator:
·        Mengenal faktor-faktor penyebab
·        Mengenal onset nyeri
·        Tindakan pertolongan non farmakologi
·        Menggunakan analgetik
·        Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
·        Nyeri terkontrol
2.  Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
·        Melaporkan nyeri
·        Frekuensi nyeri
·        Lamanya episode nyeri
·        Ekspresi nyeri; wajah
·        Perubahan respirasi rate
·        Perubahan tekanan darah
·        Kehilangan nafsu makan

3.  Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
·        Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
Manajemen nyeri
1.      Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2.      Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3.      Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4.      Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
5.      Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6.      Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7.      Sediakan lingkungan yang nyaman.
8.      Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9.      Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
10.  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11.  Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.

 Manajemen pengobatan
1.    Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
2.    Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
3.    Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4.    Monitor interaksi obat.
5.    Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.
6.    Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi gaya hidup klien.

 Pengelolaan analgetik
1.      Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.
2.      Periksa riwayat alergi klien.
3.      Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4.      Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
5.      Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
6.      Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
7.      Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8.      Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan.
9.      Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
10.  Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11.  Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan
3
Defisit self care b.d dengan kelelahan,  nyeri
NOC :
Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi perawatan selama ….x24  jam, pasien mengerti cara memenuhi ADL  secara bertahap sesuai kemampuan, dengan kriteria :
-          Mengerti secara seder-hana cara  mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas
-          Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL
NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi  dan toiletting
Aktifitas:
1.      Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
2.      Libatkan klien dan dampingi
3.      Berikan bantuan selama klien masih mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1.      Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan
2.      Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau
3.      Bantu berpakaian yang sesuai
4.      Jaga privcy klien
5.      Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
1.      Anjurkan duduk dan berdo’a bersama teman
2.      Dampingi saat makan
3.      Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh
4.      Beri rasa nyaman saat makan
4
Peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 2000)

Batasan karakteristik :
-   Penurunan kesadaran (gelisah, disorientasi)
-   Perubahan motorik dan persepsi sensasi
-   Perubahan tanda vital (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
-   Pupil melebar, reflek pupil menurun
-   Muntah
-   Klien mengeluh mual
-   Klien mengeluh pandangan kabur dan diplopia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
-      Kesadaran stabil (orientasi baik)
-      Pupil isokor, diameter 1mm
-      Reflek baik
-      Tidak mual
-      Tidak muntah
1.      Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
2.      Kaji respon membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)
3.      Kaji perubahan tanda-tanda vital
4.      Kaji respon pupil
5.      Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental
6.      Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
7.      Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
8.      Masase karotis
9.      Fleksi dan rotasi leher berlebihan
10.  Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas, dan mengejan
11.  Perubahan posisi yang cepat
12.  Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi
13.  Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak faeces, jika perlu
14.  Pertahankan lingkungan yang tenang
15.  Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
16.  Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
17.  Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien sebelum dan sesudah penghisapan
18.  Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum penghisapan
19.  Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
20.  Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
21.  Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
22.  Antikonvulsan (mencegah kejang)
23.  Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
24.  Diuretik non osmotik (mengurangi edema serebral)
25.  Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
26.  Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)
5
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.

Setelah dilakukan tindak asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan nutrisi klien seimbang dengan KH :
-          Klien tidak lemah
-          Nafsu makan meningkat
-          Klien tidak mual dan muntah

  Kaji adanya alergi makanan
-          Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien
-          Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vit C
-          Kaji kemampuan klien
-          Monitor mual dan muntah
-          Kolaborasi pemberian obat antimual dan muntah
-          Monitor lingkungan selama makan
-          Berikan makanan kesukaan
-          Monitor adanya penurunan berat badan

6
Resiko kekurangan volume cairan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan volume cairan klien dapat terpenuhi dengan KH.
-          Klien tidak lemas
-          ND : normal
-          Mukosa tidak kering
-          Turgor kulit baik

1.      Kaji TTV
2.       Monitor menekan makanan/cairan
3.      Dorong masukan oral
4.      Anjurkan untuk minum air banyak
5.      Kolaborasi pemberian cairan/makanan
6.      Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, HMT, Osmolalitas Urin)
7.      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.


PATHWAY
       Klik disini => Pathway CKB

 

                                                            DAFTAR PUSTAKA

Price A. S et al. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Smeltzer C. S &  B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, W. A et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450.
Hudak dan Gallo. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita selekta  Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2002, Hal.206 – 208.
Soeparman. 2006.  Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan NOC kriteria hasil NOC.

Askep CKB (Cidera Kepala Berat) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

1 komentar: